Skema Akad Hawalah: Mekanisme Pengalihan Utang dalam Keuangan Syariah

Daftar Isi

Skema akad hawalah menjadi salah satu konsep penting dalam keuangan syariah, terutama saat membahas solusi pengalihan utang dan piutang tanpa melanggar prinsip syariah. Meski istilahnya sering muncul di perbankan syariah, tidak sedikit masyarakat yang masih bingung bagaimana mekanismenya bekerja dan apa implikasinya secara hukum.

Artikel ini membahas Skema Akad Hawalah secara lebih mendalam, terstruktur, dan relevan dengan praktik terkini, dengan bahasa yang ringan dan mudah dipahami.

Pengertian Akad Hawalah

Akad hawalah adalah perjanjian pemindahan kewajiban pembayaran utang atau hak tagih dari satu pihak ke pihak lain, dengan persetujuan semua pihak yang terlibat.

Dalam fikih muamalah, hawalah berarti pemindahan tanggung jawab. Artinya, utang tidak dihapus, melainkan dialihkan secara sah kepada pihak ketiga yang bersedia menanggung dan membayarnya.

Skema ini dibolehkan karena tidak mengandung riba, tidak ada tambahan imbalan, dan bertujuan mempermudah penyelesaian kewajiban utang.

Posisi Akad Hawalah dalam Fikih Muamalah

Akad hawalah memiliki kedudukan yang kuat dalam fikih muamalah. Para ulama sepakat bahwa hawalah adalah akad yang sah, selama memenuhi rukun dan syaratnya.

Dasar penerapannya antara lain:

  • Prinsip kejelasan dan pencatatan utang dalam Al-Qur’an

  • Hadis Nabi SAW yang membolehkan pemindahan hak tagih

  • Kesepakatan ulama lintas mazhab tentang kebolehan hawalah

Karena itu, hawalah banyak digunakan sebagai akad pendukung dalam transaksi keuangan syariah modern.

Perbedaan Hawalah dengan Akad Sejenis

Agar tidak keliru, berikut gambaran singkat perbedaannya:

  • Hawalah: kewajiban utang berpindah ke pihak lain

  • Kafalah: utang tetap di debitur awal, hanya ada penjamin

  • Rahn: utang dijamin dengan barang atau aset

Ciri khas hawalah terletak pada beralihnya tanggung jawab secara penuh.

Rukun dan Syarat Akad Hawalah

Agar akad hawalah sah secara syariah, rukun dan syarat berikut wajib dipenuhi.

Pihak-Pihak dalam Akad Hawalah

Terdapat tiga pihak utama:

  • Al-Muhil
    Pihak yang memiliki utang dan mengalihkan kewajiban pembayarannya.

  • Al-Muhtal (Muhal)
    Pihak yang memiliki hak tagih atau kreditur.

  • Al-Muhal ‘Alaih
    Pihak yang menerima pengalihan dan wajib membayar utang tersebut.

Ketiganya harus cakap hukum, berakal, dan bertindak tanpa paksaan.

Objek Akad (Utang)

Utang yang dialihkan harus:

  • Jelas nominal dan jenisnya

  • Bersifat halal

  • Sudah ada dan dapat ditagih

Utang yang belum pasti atau mengandung unsur spekulasi tidak dapat dialihkan dengan akad hawalah.

Shighat (Ijab dan Qabul)

Persetujuan harus dinyatakan secara jelas, baik lisan maupun tertulis. Dalam praktik perbankan syariah, shighat dituangkan dalam dokumen perjanjian resmi.


Skema dan Mekanisme Akad Hawalah

Secara praktik, skema akad hawalah tergolong sederhana namun berdampak besar.

Alur Mekanisme

  1. Muhil memiliki utang kepada muhtal

  2. Muhil meminta muhal ‘alaih untuk mengambil alih kewajiban tersebut

  3. Muhtal menyetujui pemindahan utang

  4. Akad hawalah disepakati

  5. Kewajiban muhil berakhir

  6. Pembayaran dilakukan langsung oleh muhal ‘alaih kepada muhtal

Sejak akad berlaku, hubungan hukum antara muhil dan muhtal dianggap selesai.


Jenis-Jenis Akad Hawalah dalam Praktik

Dalam keuangan syariah, akad hawalah terbagi menjadi dua jenis utama.

Hawalah Muqayyadah

Pengalihan utang yang terikat hubungan utang-piutang sebelumnya antara muhil dan muhal ‘alaih.

Jenis ini paling sering digunakan dalam:

  • pembiayaan perdagangan

  • anjak piutang syariah

  • transaksi bisnis antar perusahaan

Hawalah Mutlaqah

Pengalihan utang yang tidak didasari hubungan utang sebelumnya. Pihak ketiga bersedia menanggung kewajiban berdasarkan kesepakatan dan kepercayaan.

Biasanya diterapkan dalam layanan jasa keuangan tertentu.

Implementasi Akad Hawalah di Perbankan Syariah

Dalam praktik modern, akad hawalah menjadi bagian penting dari berbagai layanan.

Di Bank Syariah

  • Transfer dana dan remitansi

  • Kliring dan settlement antarbank

  • Letter of Credit (L/C) syariah

  • Pembiayaan rantai pasok

Bank dapat bertindak sebagai pihak yang menerima pengalihan kewajiban, dengan tetap mematuhi prinsip kehati-hatian.

Di Lembaga Keuangan Non-Bank

  • Factoring atau anjak piutang syariah

  • Pengalihan piutang usaha UMKM

  • Penyelesaian utang dagang perusahaan

Hawalah membantu arus kas menjadi lebih lancar tanpa menambah beban bunga.

Konsekuensi Hukum dalam Akad Hawalah

Akad hawalah membawa konsekuensi hukum yang jelas.

  • Tanggung jawab muhil hapus setelah akad sah

  • Hak tagih sepenuhnya beralih kepada muhal ‘alaih

  • Kreditur hanya dapat menagih kepada pihak penerima pengalihan

Karena itu, persetujuan semua pihak menjadi unsur yang sangat krusial.

Risiko dan Mitigasi dalam Skema Hawalah

Meski syariah, akad hawalah tetap memiliki risiko.

Risiko yang Mungkin Timbul

  • Gagal bayar oleh muhal ‘alaih

  • Sengketa akibat akad tidak terdokumentasi jelas

Langkah Mitigasi

  • Analisis kemampuan bayar pihak penerima

  • Akad tertulis dan transparan

  • Kepatuhan pada fatwa dan regulasi syariah

Catatan Kecil

Dalam praktik perbankan syariah di Indonesia, akad hawalah umumnya digunakan sebagai akad pendukung, bukan akad utama, dan sering dikombinasikan dengan akad lain selama tidak menyalahi prinsip syariah.

Dengan struktur yang tepat dan pemahaman yang benar, Skema Akad Hawalah menjadi instrumen penting dalam mendukung transaksi keuangan syariah yang efisien, adil, dan sesuai prinsip Islam.

Posting Komentar